Beberapa waktu lalu publik dikejutkan dengan pemberitaan media masa “Pemerintah Siapkan Rencana Kenaikan Pajak 12% Untuk Sembako“. Sebagaimana yang lansir oleh INews. Aturan ini tertulis dalam draft Rancangan Undang-undang (RUU) Perubahan Kelima Atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Tentu saja hal ini mendapat respon luar biasa dari masyarakat terutama kebisingan ini berasal dari media sosial.
Bagaimana tidak dalam kondisi pandemi, keuangan negara memang dalam kondisi sulit, tapi rakyat justru lebih sulit. Kehadiran negara sepatutnya memberikan solusi yang tepat, bukan sebaliknya menambahkan beban rakyatnya.
Saya khawatir bila draft ini disahkan akan mengakibatkan gejolak besar ke arah runtuhnya pemerintahan itu sendiri. Saya membaca sebuah artikel Nurizal Ismail (Direktur Pusat Studi Kitab Klasik Islami STEI Tazkia dan Peneliti ISEFID) yang diterbitkan oleh Republika, judulnya menarik untuk kita telaah “Ibnu Khaldun, Pajak, dan Negara” Mengapa? Karena ini cukup relevan untuk mengingatkan Kemenkeu untuk mengundurkan rencana berbahaya ini.
Beliau mengutip literasi penting dari abad pertengahan karya Ibnu Khuldun “Muqoddimah” (Pengantar Sejarah):
Ibnu Khuldun menuliskan bahwa konsep pajak akan menentukan bangkit dan runtuhnya sebuah dinasti. Beliau menuliskan ada 5 tahap tapi saya akan menyebutkan 2 tahap saja, tahap pertama dan tahap terakhir.
Pada tahapan awal, penguasa memiliki kualitas yang baik pada masyarakatnya, merencanakan pengeluaran yang moderat, dan menghormati kekayaan orang lain, pemerintah/penguasa enggan mengambil pajak tinggi. Pada tahap ini adalah fase terbaik dari pemerintahan siapapun yang berkuasa.
Berbalik dari itu, tahap akhir sebelum runtuhnya sebuah pemerintahan, penguasa menikmati kemewahan, menjalani kehidupan yang sangat mewah, membuang-buang sumber daya yang terakumulasi oleh aturan sebelumnya. Aparat yang tidak kompeten dan tidak memenuhi syarat dipercayakan untuk melakukan hal-hal terpenting dari negara. Orang-orang pengadilan yang menganggur dihargai, dan kritikus yang tulus dihina dan dihukum.
Penguasa kehilangan semua jenis simpati dan perasaan kelompok. Pada tahap ini pajak meningkat. Sementara pendapatan menurun. Ekonomi hancur dan sistem sosial terganggu. Pemerintah menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan, yang menyebabkan kejatuhannya. Kemudian diambil alih oleh penguasa baru, didukung oleh perasaan kelompok yang kuat dan kohesi sosial.

Kenaikan Pajak 12% Untuk Sembako jika negara bersikeras mengesahkan aturannya, hanya akan membuat masalah besar berupa penolakan penolakan dari rakyat menengah ke bawah yang merupakan mayoritas di negara ini. Demonstrasi akan muncul dimana-mana menuntut penerapan pancasila ke 5 “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Pada satu sisi, pemerintah terus menambah hutang ke luar negeri, melanjutkan infastrutur ditengah pandemi Covid-19, tapi klimaksnya rakyat di sandra dengan pajak tinggi.
Sumber:
1. https://www.republika.co.id/berita/plpu19282/ibnu-khaldun-pajak-dan-negara
2. https://www.inews.id/finance/makro/pemerintah-berencana-kenakan-ppn-untuk-sembako
3. https://unsplash.com/photos/0SWT-S4wp9I | Gambar oleh Irfan Hakim
4. https://unsplash.com/photos/gr0wnD7PbJk | Gambar oleh Clay Banks