Jika aku rindu,
kusebut namanya saatku bersimpuh memuja-hiba pada Sang Penggenggam takdir.
Aku bertanya-tanya;
Apakah memang dia sepotong permata penyempurna imanku yang rapuh ini?
Bahkan dari sejuta permata,
hanya engkau yang kupilih, tapi entah siapa kau permata hatiku?
Sekalipun rakaat sujudku seperti Juraij, atau dzikir-dzikirku menyamai sosok Yunus di perut Nun, imanku masih sepotong yang tak sempurna tanpa kau yang saling menggenggam, bersama ke jalan surga-Nya.
Ku ingin pundakku jadi tempat kau akhiri sengguk tangis duka.
Ku ingin tanganku menjadi halal tuk mengusap banjir air matamu.

Tapi ini semua tak sekedar kisah melodrama.
Kau dan aku untuk menjadi sejoli pejuang agama Allah;
Walau tak sesempurna Muhammad & Khadijah.
Hai separuh imanku, sedang apa? Apakah kau suka puisi ini? Akan bisikkan nanti; Akumulasi aksara romantisme yang ku simpan bertahun kesendirianku. Awas jangan bosan jika ku bacakan asmara Adam & Hawa, Jangan lelah menantiku. Akupun menanti, tak pernah berpaling darimu.
08.07.2017
Puisi ini tentang masa lalu, dan kini sepotong permata penyempurna iman itu telah kutemukan, dia seperti yang ku dambakan, bahkan dia adalah pemilik nama yang ku curahkan kepada Pemilik takdir dalam sujud dan jutaan butir doaku.